Ayat Ayat Cinta (Versi Substansi)
“ Maksudmu menyuap mereka ???? ”
“Dengan sangat terpaksa. Bukan untuk membebaskan orang yang salah tapi untuk membebaskan orang yang tidak bersalah!” Jawab Aisha menyampaikan maksud alasannya.
“Lebih baik aku mati daripada kau melakukan itu!”
“Terus apa lagi yang bisa aku lakukan? Aku tak ingin kau mati. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Aku tak ingin bayi ini nanti tidak punya ayah. Aku tak ingin jadi janda. Aku tak ingin tersiksa. Apa lagi yang bisa aku lakukan?”
“Dekatkan diri pada Allah! Dekatkan diri pada Allah! Dan dekatkan diri pada Allah! Kita ini orang yang sudah tahu hukum. Allah telah menguji hamba-hamba-Nya yang beriman. Kita ini orang yang mengerti ajaran agama. Jika kita melakukan hal itu dengan alas an terpaksa, maka apa yang dilakukan oleh mereka, orang-orang awam yang tidak tahu apa-apa. Bisa jadi dalam keadaan kritis sekarang ini hal itu menjadi darurat yang diperbolehkan, tapi bukan untuk orang seperti kita,
“Istriku, orang seperti kita harus teguh tidak melakukan hal itu. Kau ingat Imam Ahmad bin Hambal yang dipenjara, dicambuk dan disiksa habis-habisan ketika memegang teguh keyakinan bahwa Al-Quran bukan makhluk. Al-Quran adalah kalam Ilahi. Ratusan ulama pergi meninggalkan Baghdad dengan alas an keadaan darurat membolehkan mereka pergi untuk menghindari siksaan.
“ Jika semua ulama saat itu berpikiran seperti itu, maka siapa yang member keteladanan kepada umat untuk teguh memegang teguh kebenaran. Maka imam Ahmad merasa jika ikut pergi juga ia akan berdosa. Imam Ahmad tetap berada di Baghdad mempertahankan keyakinan dan kebenaran meskipun harus menghadapi siksaan yang tidak ringan, bahkan bisa berujung kematian. Sama dengan kita saat ini.
“Jika aku yang belajar di Al Azhar sampai merelakan istriku menyuap, maka bagaimana dengan mereka yang tidak belajar agama sama sekali. Suap menyuap adalah perbuatan yang diharamkan dengan tegas oleh baginda nabi. Beliau bersabda, ‘Arrasyi wal murtasyi fin naar!’ orang yang menyuap dan disuap masuk neraka!
“Istriku, hidup di dunia ini bukan segalanya. Jika kita tidak lama hidup bersama di dunia, maka insya Allah kehidupan akhirat akan lebih kekal abadi. Jadi ku mohon, istriku, jangan lakukan itu! Aku tidak rela, Demi Allah aku tidak rela!”
Aisha tersedu-sedu mendengar penjelasanku. Dalam tangisnya ia berkata, “Astaghfirullah… Astaghfirullah al adhiim… Astaghfirullah al Azhim!” Paman Eqbal ikut sedih meneteskan air mata.
“Aisha istriku, apakah kau benar-benar mencintaiku?” tanyaku.
Aisha menganggukkan kepala.
“Aku juga sangat mencintaimu. Dan aku tidak ingin kita yang sekarang ini saling mencintai kelak di akhirat menjadi orang yang saling membenci dan memusuhi.”
“Apa maksudmu? Apakah ada dua orang yang di dunia saling mencintai justru di akhirat saling memusuhi?” tanyanya.
“Jika cinta keduanya tidak berlandaskan ketaqwaan kepada Allah maka keduanya bisa saling bermusuhan kelak di akhirat. Apa lagi jika cinta keduanya justru menyebabkan terjadinya perbuatan maksiat baik kecil maupun besar. Tentu kelak mereka akan bertengkar di akhirat. Seseorang yang sangat mencintai kekasihnya sering melakukan apa saja demi kekasihnya. Tak peduli apa pun juga. Terkadang juga tidak peduli pada pertimbangan dosa atau tidak dosa.
“ Jika yang dilakukan adalah dosa tentu akan menyebabkan keduanya akan bermusuhan kelak di akhirat. Sebab, mereka akan berseteru di hadapan pengadilan Allah swt. Inilah yang telah diperingatkan Allah swt dalam surat Az Zukhruf ayat 67: “Orang-orang yang akrab saling kasih mengasihi, pada hari itu sebagiannya menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.”
“Aku ingin kelak di akhirat kita tetap menjadi sepasang kekasih yang dimuliakan oleh Allah swt. Aku tak menginginkan yang lain kecuali itu, Istriku. Hidup dan mati sudah ada ajalnya. Allah yang menentukan, bukan keluarga Noura juga buka hakim pengadilan itu. Jika memang kematianku di tiang gantungan, itu bukan suatu hal yang harus ditakutkan. Beribu-ribu sebab tapi kematian adalah satu, yaitu kematian. Yang membedakan rasanya seseorang mereguk kematian adalah besarnya ridha Tuhan padanya.
“Istriku, aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin kehilangan dirimu di dunia dan lebih tak ingin kehilangan dirimu di akhirat nanti. Satu-satunya jalan yang harus kita tempuh agar kita tetap bersama dan tidak kehilangan adalah bertakwa dengan sepenuh taqwa kepada Allah Azza Wa Jalla.”
Tangis Aisha semakin menjadi-jadi.
“Ka…kau benar, Suamiku. Terima kasih kau telah mengingatkan diriku. Sungguh beruntung aku memiliki suami seperti dirimu. Aku mencintaimu suamiku. Aku mencintaimu karena kau adalah suamiku. Aku mencintaimu karena Allah swt.
“Ayat yang kau baca dan kau jelaskan kandungannya adalah satu ayat cinta di antara sekian juta ayat-ayat cinta yang diwahyukan Allah kepada manusia. Keteguhanmu memegang kebenaran, ketaqwaan dan kesucian dalam hidup adalah juga ayat yang dianugerahkan Tuhan kepadaku dan kepada anak dalam kandunganku. Aku berjanji setia menempatkan cinta yang kita bina ini dalam cahaya kerelaan-Nya.”
Kalimat-kalimat yang terucap dari mulut Aisha menjadi penyejuk jiwa yang tiada pernah ku rasa sebelumnya. Ia seorang perempuan yang lunak hatinya dan bersih nuraninya.
Narasumber : http://ruangmuslim.com/majalah/blog-ruangmuslimers/16-renungan/5024.html#_edn1
0 komentar
Posting Komentar